Surabaya (ANTARA News) - Industri "pulp" (bubur kertas) dan kertas bisa dilakukan dengan cara ramah lingkungan, yakni di antaranya menghentikan penggunaan kayu dari hutan alam sebagai bahan baku industri tersebut. "Karena itu, kami meminta para pemasok bahwa kita tidak menerima `pulp` dan kertas yang berasal dari serat kayu hutan alam," kata Koordinator The Global Forest and Trade Network (GFTN) WWF-Indonesia Aditya Bayunanda di Surabaya, Selasa.

Berbicara dalam lokakarya media bertema "Membangun Sektor Pulp and Paper yang Lestari dan Bertanggung jawab di Indonesia", ia mengemukakan bahwa salah satu strategi yang dikembangkan WWF Astaga.com lifestyle on the net dalam upaya untuk mencapai tujuan dalam kegiatan konservasi, yakni melalui reformasi sektoral.

Menurut dia, intervensi itu dimaksudkan untuk mendorong reformasi pada sektor-sektor yang berbasiskan sumber daya alam, misalnya sektor kehutanan, kelapa sawit, serta "pulp" dan kertas, agar dapat mengembangkan dan menerapkan praktik-praktik pengelolaan yang lestari (best management practices), bisnis yang ramah lingkungan, serta bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.

Ia mengatakan, yang termasuk di dalam strategi pendekatan yang dipilih WWF Astaga.com lifestyle on the net adalah upaya memberikan masukan kepada lembaga-lembaga keuangan dan asuransi untuk menerapkan kebijakan-kebijakan "investment screening".

Saat ini ada dua program GFTN Astaga.com lifestyle on the net yakni pertama yang membidangi sektor kehutanan serta "pulp" dan kertas, dan mendukung perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan untuk mencapai sertifikasi hutan dengan cara fasilitasi dan "technical assistance".

Di Indonesia, kata dia, program GFTN telah berjalan selama enam tahun.

Melalui skema keanggotaan bagi perusahaan-perusahaan pengelola hutan dan pengelola produk hasil hutan, GFTN sampai saat ini telah memfasilitasi 39 perusahaan, yakni 28 "trade participant" dan 11 "forest participant".

Program kedua, adalah "Forest Conversion Programme" (FCP) membidangi kelapa sawit, dimana sebagai penghasil kepala sawit terbesar di dunia, membuat semakin meningkatnya ancaman kerugian yang akan dialami di segi sosial dan lingkungan, karena pembukaan lahan, kebakaran hutan dan asap yang ditimbulkannya, serta diabaikannya hak dan kepentingan masyarakat lokal.

Hopefully the information presented so far has been applicable. You might also want to consider the following:

Mengenai tujuan dari pengelolaan yang ramah lingkungan, menurut dia, adalah untuk mempromosikan industri "pulp" dan Kertas yang berkontribusi pada keanekaragaman hayati, mitigasi perubahan iklim, dan peningkatan kesejahteraan manusia.

Ia mengatakan, secara khusus tujuan yang hendak dicapai adalah melindungi dan menjaga hutan bernilai konservasi tinggi (HCFV), kemudian menghentikan penggunaan kayu dari hutan alam sebagai bahan baku industri "pulp" dan kertas, mengadopsi pengelolaan yang lestari, meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai hal yang wajar dan normal pada sektor ini.


Pendekatan pasar

Pihaknya melakukan apa yang disebut "pendekatan pasar", yang meminta dari para pelaku sektor ini untuk tidak membeli serat dari hutan bernilai konservasi tinggi di seluruh grupnya.

Selanjutnya, tidak melakukan konversi hutan alam sebelum melakukan audit HCVF yang dilakukan oleh auditor yang independen dan kredibel dengan menggunakan standar HCV yang di akui oleh "civil society".

Di samping itu, kata dia, menghentikan pembukaan dan pengeringan hutan gambut di seluruh operasi grup, memberitahu kepada para pemasok bahwa konversi hutan alam untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tidak diterima di dalam produk yang dijual.

"Filosofinya adalah pahamilah sumber bahan bakumu, dengan melakukan audit untuk memastikan bahwa tidak ada kayu ilegal dari penghancuran hutan yang mengkontaminasi `supply chain` (rantai pasokan)," katanya.

Menurut Aditya Bayunanda, alternatif yang ditawarkan GFTN adalah sebuah pendekatan membantu perusahaan menuju pencapaian sertifikasi, yakni menyediakan suatu kerangka informasi lowongan kerja terbaru untuk perbaikan guna mendukung manajemen (GFTN, Indonesia-FTN), mengembangkan sistem yang mengakui adanya "progres" sebelum sertifikasi dicapai (pendekatan bertahap).

Kemudian, menyediakan insentif untuk memastikan bahwa perbaikan ke arah "legal and sustainable" (SFM certification) tetap dipelihara yakni berupa "previllage" dan "premium price". (A035/K004)